Jumat, 23 Oktober 2009

Prabowo Lebih Baik Pilih Oposisi

DETIK YOKYAKARTA





Prabowo Lebih Baik Pilih Oposisi


Ditulis pada: Senin, 28 September 2009


Lingkar Madani Untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, di Jakarta, Senin, mengatakan kalau Prabowo Subianto menerima tawaran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menjadi Menteri Dalam Negeri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II maka hal itu bisa membunuh karir politik Prabowo. “Saya katakan kalau pak Prabowo terima tawaran itu, saya yakin karir politiknya akan segera hancur,” kata Ray.

Ray mengatakan hal ini untuk mengomentari isu seputar Presiden SBY yang menawarkan Prabowo Subianto duduk di kursi Menteri Dalam Negeri di KIB Jilid II. “Saya tambahkan posisi ini sebenarnya tidak layak bagi Prabowo. Posisi ini terlalu kecil buat dia,” komentar Ray.

Menurut Ray pada Pemilu 2009 kemarin sebenarnya Partai Gerindra yang didirikan Prabowo sudah mulai mendapat tempat di masyarakat. Hal ini dibuktikan Partai Gerindra masuk dalam 10 besar partai yang lolos parlementary treshold.

Menurut Ray hal ini menandakan bahwa sebenarnya figur Prabowo sebagai penyelamat bangsa sudah ada di hati masyarakat Indonesia.”Saya sarankan pak Prabowo agar jangan mau menerima tawaran itu. Lebih baik beroposisi saja dan menunggu peluang jadi Presiden RI di 2014 nanti,” lanjut Ray.

Isu yang berkembang saat ini memang sepertinya Presiden SBY sedikit was-was kalau Partai Gerindra mengambil posisi opsisi dalam pemerintahannya di lima tahun ke depan. Oleh karena itu dia menawarkan posisi Menteri Dalam Negeri kepada Prabowo sebagai pimpinan partai Gerindra agar bisa meredam kritikan partai itu terhadap kebijakan pemerintah nanti.(*Edy/z)

Lambat Menyikapi Penetapan sebagai Caleg Terpilih

SUARA PEMBARUAN DAILY


4 Menteri Tak Kesatria


4 Ooktober 2009


Lambat Menyikapi Penetapan sebagai Caleg Terpilih



[JAKARTA] Sikap empat menteri, yakni Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Menneg Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, Menneg Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy, serta Menneg Pemberdayaan Aparatur Negara Taufik Effendi, yang belum memutuskan apakah tetap menjadi menteri atau menjadi caleg terpilih, dianggap tidak kesatria.

Mereka dianggap oportunis, karena menunggu sinyal dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden terpilih, apakah kembali dipercaya menjadi menteri, sebelum memutuskan pilihan atas karier politik masing- masing.

Keempatnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah ditetapkan menjadi caleg terpilih periode 2009-2014. Jero Wacik dan Taufik Effendi menjadi caleg dari Partai Demokrat, Suryadharma dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta Lukman Edy dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Demikian penilaian pengamat politik, masing-masing Ray Rangkuti, Herdi Sahrasad, dan Andrinof Chaniago, secara terpisah, di Jakarta, Jumat (4/9). "Mereka harus merelakan salah satu posisi dan tegas dengan keputusannya, menjadi wakil rakyat atau tetap menjadi menteri," kata Ray.

Sikap menunggu tersebut, lanjutnya, mencerminkan rasa takut kehilangan jabatan dan kekuasaan. "Mereka dilema, karena jika membatalkan keterpilihannya di DPR dan tidak terpilih sebagai menteri, mereka akan rugi dua kali lipat. Namun, jika tetap menjadi anggota DPR, konsekuensinya harus mundur dari jabatan menteri dan belum tentu bisa memperoleh lagi jabatan tersebut pada periode mendatang," ujar Ray.

Senada dengan itu, Herdi Sahrasad menambahkan, selain dicap oportunis, keempat menteri tersebut tidak gentle dan elegan dalam berpolitik. "Mereka masih mengandalkan politik dua kaki, agar tetap bisa mengambil keuntungan. Ini merupakan preseden dan contoh yang buruk. Mereka tidak bisa meletakkan teladan berpolitik bagi bangsa ini," kata Herdi.

Sikap itu tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi rakyat. "Masyarakat dan elemen-elemen civil society lainnya memang masih bisa bersabar hingga batas waktu yang diberikan KPU," sambungnya.

Sementara itu Andrinof mengatakan bahwa empat menteri yang belum bisa memutuskan tersebut sangat takut kehilangan kekuasaan dan jabatan mereka. "Sekalipun keputusan tersebut masih dalam proses, sebaiknya mereka berani untuk memberi pilihan yang juga berarti pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat. Kalau sudah bosan jadi menteri, mereka boleh mundur dengan baik dan meletakan jabatannya sehingga bisa bekerja di Senayan," kata Andrinof.

Sebagai informasi, sebenarnya ada enam menteri yang kini duduk di Kabinet Indonesia Bersatu dan menjadi caleg terpilih. Dua di antaranya, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi (Partai Demokrat) dan Menneg Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault (Partai Keadilan Sejahtera) mundur dari caleg.

Terserah Menteri

Terkait hal tersebut, parpol menyerahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan, apakah memilih menjadi menteri atau menjadi anggota DPR. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok menjelaskan, partainya hanya meneruskan surat dari KPU kepada dua kadernya yang masih menjadi menteri namun juga menjadi caleg terpilih. Selanjutnya mereka sendiri yang memutuskan, apakah mengundurkan diri dari caleg terpilih atau dari kabinet.

Dia mengimbau, agar Taufik Effendi dan Jero Wacik tidak perlu terlalu lama menentukan sikap, atau menunggu sinyal dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), apakah akan dipercaya menjadi menteri pada kabinet baru mendatang. "Saya kira, nggak bisa tunggu dari Pak SBY. Keputusan masing-masing saja. Nasib dibuat sendiri-sendiri," tegasnya.

Senada dengan itu, Sekjen DPP PPP Irgan Chaerul Mahfiz menjelaskan, keputusan untuk memilih menjadi caleg terpilih atau tetap menjadi menteri, sepenuhnya berpulang pada Suryadharma Ali, yang saat ini juga menjabat Ketua Umum DPP PPP.

Dia menegaskan, apapun pilihan Suryadharma, adalah yang terbaik bagi partainya. Meski demikian, DPP PPP segera menggelar pertemuan untuk membahas surat dari KPU. Sebab, jika Suryadharma memilih mundur dari caleg terpilih DPR, PPP harus menyiapkan penggantinya.

Pendapat berbeda disampaikan Ketua DPP PKB, Effendi Choirie. Dia menilai, sikap KPU yang meminta kader partai untuk memilih menjadi menteri atau caleg terpilih, ibarat mempertaruhkan karier seseorang yang tengah duduk di kursi pemerintahan.

Menurut Effendi, KPU seharusnya bisa lebih fleksibel mengimplementasikan ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf m UU 10/2008 tersebut. Seseorang dianggap rangkap jabatan menteri dan anggota DPR seharusnya diperhitungkan sejak terbentuknya pemerintahan baru pada 20 Oktober mendatang. Sebab, saat ini menteri hanya tinggal melanjutkan sisa masa pemerintahan.

Surati Parpol

Sebelumnya, anggota KPU Andi Nurpati mengungkapkan, pihaknya menyurati parpol yang kadernya duduk di kabinet sekaligus menjadi caleg terpilih periode 2009-2014, untuk menentukan sikap. Surat permintaan telah dilayangkan kepada Partai Demokrat, PKB, dan PPP.

Andi mengingatkan, batas waktu penentuan sikap adalah pada 9 September 2009, atau 21 hari menjelang pelantikan anggota DPR periode 2009-2014 pada 1 Oktober 2009.

UU 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada Pasal 50 ayat (1) huruf m menegaskan, bakal calon anggota DPR dan DPRD bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

Meskipun demikian, Andi mengungkapkan, dalam UU Pemilu tidak ada sanksi yang diberikan jika caleg terpilih tetap merangkap jabatan.

Dia menjelaskan, batas waktu 21 hari tersebut mengingat mekanisme penggantian caleg terpilih batas waktunya adalah 20 hari setelah penetapan caleg terpilih, yang jatuh pada 10 September 2009.

Secara terpisah, anggota KPU I Gusti Putu Artha menegaskan, jika ada menteri yang belum menentukan sikap hingga batas waktu 9 September 2009, KPU tidak akan menerbitkan SK pelantikannya sebagai anggota DPR. [EMS/C-5/ A-21/C-4/J-11/L-10]

Last modified: 4/9/09

Lambat Menyikapi Penetapan sebagai Caleg Terpilih

SUARA PEMBARUAN DAILY


4 Menteri Tak Kesatria


4 Ooktober 2009


Lambat Menyikapi Penetapan sebagai Caleg Terpilih



[JAKARTA] Sikap empat menteri, yakni Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Menneg Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, Menneg Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy, serta Menneg Pemberdayaan Aparatur Negara Taufik Effendi, yang belum memutuskan apakah tetap menjadi menteri atau menjadi caleg terpilih, dianggap tidak kesatria.

Mereka dianggap oportunis, karena menunggu sinyal dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden terpilih, apakah kembali dipercaya menjadi menteri, sebelum memutuskan pilihan atas karier politik masing- masing.

Keempatnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah ditetapkan menjadi caleg terpilih periode 2009-2014. Jero Wacik dan Taufik Effendi menjadi caleg dari Partai Demokrat, Suryadharma dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta Lukman Edy dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Demikian penilaian pengamat politik, masing-masing Ray Rangkuti, Herdi Sahrasad, dan Andrinof Chaniago, secara terpisah, di Jakarta, Jumat (4/9). "Mereka harus merelakan salah satu posisi dan tegas dengan keputusannya, menjadi wakil rakyat atau tetap menjadi menteri," kata Ray.

Sikap menunggu tersebut, lanjutnya, mencerminkan rasa takut kehilangan jabatan dan kekuasaan. "Mereka dilema, karena jika membatalkan keterpilihannya di DPR dan tidak terpilih sebagai menteri, mereka akan rugi dua kali lipat. Namun, jika tetap menjadi anggota DPR, konsekuensinya harus mundur dari jabatan menteri dan belum tentu bisa memperoleh lagi jabatan tersebut pada periode mendatang," ujar Ray.

Senada dengan itu, Herdi Sahrasad menambahkan, selain dicap oportunis, keempat menteri tersebut tidak gentle dan elegan dalam berpolitik. "Mereka masih mengandalkan politik dua kaki, agar tetap bisa mengambil keuntungan. Ini merupakan preseden dan contoh yang buruk. Mereka tidak bisa meletakkan teladan berpolitik bagi bangsa ini," kata Herdi.

Sikap itu tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi rakyat. "Masyarakat dan elemen-elemen civil society lainnya memang masih bisa bersabar hingga batas waktu yang diberikan KPU," sambungnya.

Sementara itu Andrinof mengatakan bahwa empat menteri yang belum bisa memutuskan tersebut sangat takut kehilangan kekuasaan dan jabatan mereka. "Sekalipun keputusan tersebut masih dalam proses, sebaiknya mereka berani untuk memberi pilihan yang juga berarti pertanggungjawaban mereka terhadap rakyat. Kalau sudah bosan jadi menteri, mereka boleh mundur dengan baik dan meletakan jabatannya sehingga bisa bekerja di Senayan," kata Andrinof.

Sebagai informasi, sebenarnya ada enam menteri yang kini duduk di Kabinet Indonesia Bersatu dan menjadi caleg terpilih. Dua di antaranya, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi (Partai Demokrat) dan Menneg Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault (Partai Keadilan Sejahtera) mundur dari caleg.

Terserah Menteri

Terkait hal tersebut, parpol menyerahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan, apakah memilih menjadi menteri atau menjadi anggota DPR. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok menjelaskan, partainya hanya meneruskan surat dari KPU kepada dua kadernya yang masih menjadi menteri namun juga menjadi caleg terpilih. Selanjutnya mereka sendiri yang memutuskan, apakah mengundurkan diri dari caleg terpilih atau dari kabinet.

Dia mengimbau, agar Taufik Effendi dan Jero Wacik tidak perlu terlalu lama menentukan sikap, atau menunggu sinyal dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), apakah akan dipercaya menjadi menteri pada kabinet baru mendatang. "Saya kira, nggak bisa tunggu dari Pak SBY. Keputusan masing-masing saja. Nasib dibuat sendiri-sendiri," tegasnya.

Senada dengan itu, Sekjen DPP PPP Irgan Chaerul Mahfiz menjelaskan, keputusan untuk memilih menjadi caleg terpilih atau tetap menjadi menteri, sepenuhnya berpulang pada Suryadharma Ali, yang saat ini juga menjabat Ketua Umum DPP PPP.

Dia menegaskan, apapun pilihan Suryadharma, adalah yang terbaik bagi partainya. Meski demikian, DPP PPP segera menggelar pertemuan untuk membahas surat dari KPU. Sebab, jika Suryadharma memilih mundur dari caleg terpilih DPR, PPP harus menyiapkan penggantinya.

Pendapat berbeda disampaikan Ketua DPP PKB, Effendi Choirie. Dia menilai, sikap KPU yang meminta kader partai untuk memilih menjadi menteri atau caleg terpilih, ibarat mempertaruhkan karier seseorang yang tengah duduk di kursi pemerintahan.

Menurut Effendi, KPU seharusnya bisa lebih fleksibel mengimplementasikan ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf m UU 10/2008 tersebut. Seseorang dianggap rangkap jabatan menteri dan anggota DPR seharusnya diperhitungkan sejak terbentuknya pemerintahan baru pada 20 Oktober mendatang. Sebab, saat ini menteri hanya tinggal melanjutkan sisa masa pemerintahan.

Surati Parpol

Sebelumnya, anggota KPU Andi Nurpati mengungkapkan, pihaknya menyurati parpol yang kadernya duduk di kabinet sekaligus menjadi caleg terpilih periode 2009-2014, untuk menentukan sikap. Surat permintaan telah dilayangkan kepada Partai Demokrat, PKB, dan PPP.

Andi mengingatkan, batas waktu penentuan sikap adalah pada 9 September 2009, atau 21 hari menjelang pelantikan anggota DPR periode 2009-2014 pada 1 Oktober 2009.

UU 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada Pasal 50 ayat (1) huruf m menegaskan, bakal calon anggota DPR dan DPRD bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, pengurus pada badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

Meskipun demikian, Andi mengungkapkan, dalam UU Pemilu tidak ada sanksi yang diberikan jika caleg terpilih tetap merangkap jabatan.

Dia menjelaskan, batas waktu 21 hari tersebut mengingat mekanisme penggantian caleg terpilih batas waktunya adalah 20 hari setelah penetapan caleg terpilih, yang jatuh pada 10 September 2009.

Secara terpisah, anggota KPU I Gusti Putu Artha menegaskan, jika ada menteri yang belum menentukan sikap hingga batas waktu 9 September 2009, KPU tidak akan menerbitkan SK pelantikannya sebagai anggota DPR. [EMS/C-5/ A-21/C-4/J-11/L-10]

Last modified: 4/9/09

Mimpi Dipanggil SBY

SUARA KARYA


Mimpi Dipanggil SBY

Diterbitkan pada 12 Oktober 2009 oleh Nurmimi

Namanya mimpi, ya syah-syah saja kan, siapapun boleh saja bermimpi dan siap-siap menjalankan tugas sebagai pembantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan mulai memanggil para calon menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II pada Jumat (16/10). Kabinet baru pemerintahan periode 2009-2014 menurut rencana akan diumumkan SBY pada 21 Oktober 2009.

Sementara itu, sejumlah nama tokoh Partai Golkar disebut-sebut layak bergabung dalam pemerintahan SBY-Boediono, seperti HR Agung Laksono, Theo L Sambuaga, Muladi, dan sebagainya.

Hal itu dikemukakan Ketua Bidang Umum DPP Partai Golkar 2009-2015 Rully Chairul Azwar, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, dan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, secara terpisah, di Jakarta, kemarin.

“Yang jelas, saya ingin sampaikan, dalam minggu depan ini sudah akan mulai, Jumat lah,” kata Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa usai rapat di kediaman SBY di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat, Minggu (12/10).

Hatta menyebutkan, saat ini Presiden SBY telah selesai melakukan seleksi terhadap lebih dari seratus nama yang dicalonkan menjadi menteri dalam kabinet mendatang. Setelah itu akan dilakukan seleksi terhadap nama-nama yang dianggap layak.

Boediono, sebagai wakil presiden terpilih, menurut Hatta, juga memiliki andil dalam menentukan calon menteri dalam kabinet mendatang. “Kalau dilihat Pak Boediono sering kemari (Cikeas-Red), saya tidak usah menjawab, sudah bisa terjawab sendiri,” ujarnya.

Mekanisme pemanggilan calon, kata Hatta, bisa melalui telepon dari dirinya atau dari Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. “Itu Pak Presiden dengan hak prerogatifnya akan melihat siapa saja yang kira-kira memenuhi kriteria yang diinginkan oleh Presiden untuk menduduki pos-pos tertentu. Nah, kalau sudah tentu tinggal komunikasi hubungi orangnya. Ya bisa saya yang menghubungi, bisa Pak Sudi, tidak ada masalah kalau sudah menghubungi,” ujarnya.

Hatta tidak bersedia menjelaskan tentang komposisi struktur kabinet mendatang seperti perbandingan menteri asal partai politik dan profesional, maupun apakah partai yang selama ini beroposisi dengan pemerintah akan dimasukkan ke dalam kabinet.

Ia hanya mengatakan, menteri yang terpilih harus mau menandatangani pakta integritas dan kontrak politik yang sudah selesai disusun.

Pakta integritas itu antara lain mengatur pencegahan penyalahgunaan wewenang dan perbuatan korupsi dalam proyek pengadaan di departemen yang dipimpin oleh menteri bersangkutan.

Bersamaan dengan pakta integritas tersebut, SBY sebagai presiden terpilih periode 2009-2014 juga sudah menyelesaikan kontrak politik berisi aturan main dengan partai koalisi dan program seratus hari pertama pemerintahan mendatang.

Kabinet baru pemerintahan periode 2009-2014 menurut rencana akan diumumkan SBY pada 21 Oktober 2009. Hatta mengatakan, jumlah menteri dalam kabinet baru mendatang sesuai UU Kementerian Negara tidak akan melebihi 34, di luar pejabat setingkat menteri seperti Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dan Sekretaris Kabinet.

Sementara itu, Ketua Bidang Umum DPP Partai Golkar 2009-2015, Rully Chairul Azwar, mengatakan, Partai Golkar memiliki banyak kader potensial untuk masuk dalam kabinet mendatang.

“Golkar memiliki kader yang berkualitas untuk bisa menjalankan tugas dalam pemerintahan mendatang. Kita serahkan saja kepada Presiden untuk memilihnya,” kata Rully di Jakarta, Minggu.

Dia menyebutkan, sejauh ini belum ada kader yang dimintai atau mendapat panggilan secara resmi oleh Presiden. Untuk itu, semuanya akan tergantung pada Presiden sendiri.

“Masih belum ada yang mendapatkan pendekatan secara khusus. Namun, tentunya sudah ada banyak beredar nama kader Golkar yang kemungkinan masuk dalam kabinet mendatang,” ujarnya.

Menurut dia, apabila ada kader Golkar yang diminta masuk dalam kabinet, maka secara organisasi akan meminta persetujuan dari Ketua Umum DPP Partai Golkar terlebih dahulu. “Setelah mendapatkan izin, baru bisa melakukan tugas untuk mengabdikannya di dalam kabinet,” ucapnya.

Meski demikian, menurut Rully, besar kemungkinan jika kader Golkar masuk dalam kabinet, posisi politik Partai Golkar akan menyesuaikan dengan keberadaan kadernya yang ada di kabinet. Namun, kata dia, sikap kritis, objektif, dan proporsional akan tetap dijunjung tinggi.

“Di Indonesia tidak dikenal oposisi. Partai Golkar pun pernah menjalaninya pada awal era reformasi yang lalu, dengan masuk dalam kabinet meski tidak memiliki kekuatan yang cukup signifikan,” katanya.

Tiga kader Golkar diperkirakan masih akan menduduki jabatan menteri pada pemerintahan Presiden SBY mendatang. Menurut Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti di Jakarta, Minggu (11/10), terdapat sejumlah nama yang akan dipilih SBY di dalam kabinet mendatang. Di antaranya Gubernur Lemhannas Muladi. Selain itu, ada pula nama-nama dari kalangan kader senior.

Dia menilai, saat ini banyak kader-kader Golkar termasuk dari kalangan mudanya yang memiliki kemampuan untuk masuk dalam kabinet.

Menurut Ray, pemilihan nama-nama figur yang akan menduduki jabatan menteri kemungkinan tidak hanya berdasarkan faktor partai politik, tetapi juga unsur individual. (*)

Penghilangan Ayat Bentuk Kriminal, Harus Dibawa ke Pengadilan

DETIK.COM


2009-10-14 12:54:49


Penghilangan Ayat Bentuk Kriminal, Harus Dibawa ke Pengadilan


Jakarta -
Satu ayat dari pasal 113 UU Kesehatan yang berkaitan dengan zat adiktif dikorupsi setelah disahkan pada 14 September lalu. Siapapun pihak yang 'menghilangkan' ayat tersebut harus diusut tuntas karena persoalan ini sudah masuk ranah kriminal.

"Itu bentuk kriminal betul itu, efeknya itu adalah kehancuran satu bangunan sistem yang sebelumnya telah dirancang oleh UU," kata Direktur LIMA Ray Rangkuti.

Hal itu disampaikan dia usai pernyataan sikap dari Masyarakat Oposisi Indonesia soal kriminalisasi aktivis gerakan pro demokrasi, HAM, lingkungan hidup, dan antikorupsi di Omah Sendok, Jalan Empu Sendok, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (14/10/2009).

Ray mengatakan, orang atau pihak yang menghilangkan ayat 2 pasal 113 tersebut harus diselidiki hingga tuntas. Bahkan, sudah seharusnya kasus tersebut dibawa ke pengadilan.

"Saya setuju orang yang menghilangkan itu diselidiki, dicari, bahkan kalau bisa diadili," katanya.

Pengamat asal Mandailing Natal itu mengatakan, seharusnya tidak ada alasan pasal tersebut tidak tercantum dalam UU Kesehatan. Apalagi jika alasannya hanya lupa.

"Kenapa bisa lupa? Ini kan dibantu dengan peralatan yang canggih. Padahal zaman Yunani kuno saja belum ada peralatan canggih tidak ada yang hilang," katanya.

"Ini untungnya ketahuan. Jangan-jangan UU yang lain juga ada yang hilang ayat-ayatnya," lanjut pria pemilik nama lengkap Ahmad Fauzi itu.

Ayat 2 pasal 113 UU Kesehatan dilaporkan menghilang saat diserahkan ke Sekretariat Negara. Korupsi ayat itu ketahuan karena ayat di bagian penjelasan terlupa dihapus. Setelah diributkan, ayat itu telah kembali ke posisi semula.

Ayat 2 Pasal 113 UU Kesehatan itu berbunyi, "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya".

(ken/iy)

Proses Seleksi Anggota KPU di DPR Sangat Buruk

ANTARA

Nasional | Sabtu, 11/04/2009 14:17 WIB


Proses Seleksi Anggota KPU di DPR Sangat Buruk


Jakarta, (ANTARA) - Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai banyak pihak buruk di banding KPU untuk Pemilu 2004 mencerminkan buruknya proses seleksi di DPR RI.

"Kinerja KPU buruk mencerminkan proses seleksi calon anggota KPU di DPR RI yang buruk," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Almuzzammil Yusuf di Jakarta, Sabtu.

Dia mengatakan, buruknya kinerja KPU selain mencerminkan buruknya proses seleksi di DPR, juga mencerminkan buruknya proses seleksi di pemerintah. "Karena anggota KPU adalah hasil dari dua saringan, yaitu pemerintah dan di DPR," katanya.

Dia menyatakan, pemerintah dan DPR harus melakukan introspeksi dan memperbaiki sistem penyaringan tersebut. "Ini akan menjadi solusi yang konkrit. Bukan saja terhadap seleksi anggota KPU, tetapi juga seleksi terhadap seluruh pejabat negara lainnya yang berlangsung di DPR," katanya.

Anggota Fraksi PKS DPR RI periode 2004-2009 yang mencalonkan lagi dari Dapil Provinsi Lampung ini mengatakan, kelemahan penyaringan tersebut sangat mudah diduga pangkalnya, yaitu adanya kepentingan sempit, di pihak pemerintah maupun fraksi-fraksi partai di DPR.

"(Dalam proses seleksi), mereka (pemerintah dan fraksi-fraksi parpol di DPR) menginginkan orang-orang yang bisa 'dekat' dengan kepentigannya, lebih daripada pertimbangan memilih orang-orang yang mampu dan berkualitas, sekalipun resikonya pejabat terpilih tidak dekat dengan 'faksi' pemerintah maupun fraksi-fraksi di DPR," katanya.

Untuk masa mendatang, kata Almuzzammil Yusuf yang juga Anggota Komisi I DPR RI mengatakan, perlu dirumuskan adanya Tata Tertib (Tatib) DPR terkait proses seleksi pejabat negara.

"Ketika calon-calon pejabat lembaga negara tersebut telah resmi diputuskan sebagai calon untuk diseleksi di DPR, maka calon tersebut dan anggota DPR, terutama komisi terkait, hanya diizinkan bertemu dan berbicara di forum resmi rapat komisi di DPR," katanya.

Pelanggaran terhadap hal ini dikenakan sanksi, baik terhadap anggota DPR maupun terhadap calon tersebut. "Ini adalah bagian dari upaya untuk mengurangi seleksi-seleksi pejabat negara di DPR yang dipenuhi dunia lobi, yang akhirnya mengalahkan forum resmi di DPR," katanya.

Dalam kaitan ini, DPR bisa bekerjasama dengan pihak terkait, misalnya Forum Rektor dengan mengundangnya (minimal sebagai peninjau) pada seleksi pejabat negara di DPR.

"Fungsi Forum Rektor itu untuk memberi 'second opinion' terhadap kualitas para calon setelah proses seleksi berlangsung dan sebelum pengambilan keputusan oleh komisi di DPR," katanya.

Langkah ini juga penting untuk mengurangi subyektivitas politik fraksi-fraksi di DPR.

Namun demikian, kata Muzzammil, sesungguhnya kuncinya pada seleksi di pemerintah. Kalau hasil seleksi pemerintah adalah orang-orang terbaik, maka selemah apapun seleksi di DPR yang akan terpilih adalah orang-orang yang terbaik.

Sebaliknya, kalau hasil seleksi pemerintah yang diserahkan ke DPR adalah orang-orang yang buruk, maka DPR maksimal hanya bisa memilih "yang terbaik dari yang terburuk".

Ketakutan parpol

Buruknya proses seleksi di DPR juga diakui Anggota Fraksi PPP DPR Lena Maryana Mukti dalam keterangan pers di Press Room DPR/MPR Jakarta, saat berlangsung kampanye terbuka.

Dia mengungkapkan, dalam menyeleksi calon anggota Bawaslu, sebenarnya ada calon yang dinilai lebih pantas untuk ditetapkan sebagai anggota Bawaslu. Tetapi fraksi-fraksi di DPR tidak memilih atau menetapkan calon yang lebih baik itu tanpa alasan jelas.

Dia mengungkapkan, waktu itu saat menyeleksi calon Anggota Bawaslu, DPR menyeleksi beberapa nama, termasuk Ray Rangkuti (Lingkar Madani). Bahkan, Ray Rangkuti termasuk memperoleh penilaian tertinggi dari seluruh fraksi.

Ray Rangkuti dinilai memiliki pengalaman dalam aktivitas pemantauan Pemilu 1997, 1999 dan 2004 melalui Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Untuk Pemilu 1997, KIPP yang waktu itu dipelopori sejumlah tokoh, termasuk Adnan Buyung Nasution dan Mulyana W Kusuma.

Dengan pengalaman itu, fraksi-fraksi mengakui, Ray Rangkuti lebih layak menjadi Anggota Bawaslu. Tetapi, kata Lena Maryana, di akhir keputusan penetapan calon Anggota Bawaslu, fraksi-fraksi di DPR tidak meloloskan Ray Rangkuti.

"Fraksi-fraksi parpol ketakutan kalau Ray Rangkuti di Bawaslu pengawasan pemilu akan lebih berkualitas dan penyelenggaraan pemilu akan lebih baik karena Bawaslu bekerja maksimal dan efektif. Parpol-parpol tidak siap dengan pemilu yang lebih baik," katanya dalam keterangan pers yang juga dihadiri Ray Rangkuti yang (waktu itu)memakaui kopiah.

Mengingat buruknya proses seleksi di DPR (terkait fakta dalam seleksi anggota Bawaslu), Lena Maryana dalam keterangan pers ini secara bergurau menyarankan, jika Ray Rangkuti akan mengikuti seleksi lembaga-lembaga tertentu di DPR, maka sebaiknya memakai nama Ahmad Fauzi.

Sebelumnya, dalam papan pengumuman di Press Room DPR/MPR mengenai rencana Lena Maryana dan Ray Rangkuti menyampaikan keterangan pers tersebut, tertulis Ahmad Fauzi, bukan Ray Rangkuti.(*)

Kriminalisasi Aktivis Dilakukan Sistematis

JPNN


Rabu, 14 Oktober 2009 , 17:57:00


Kriminalisasi Aktivis Dilakukan Sistematis


JAKARTA -- Masyarakat Oposisi Indonesia (MOI), gabungan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) menolak kriminalisasi terhadap aktivis gerakan pro demokrasi, lingkungan hidup, HAM, dan anti korupsi. Salah satu contohnya, ditetapkan dua aktivis anti korupsi Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho dan Illian Deta Arthasari oleh polisi.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan, bukan kali ini saja kriminalisasi menerpa para aktvis. Sepanjang tahun 2009, Berr N Furqon dan Erwin Usman mengalami hal serupa pada kasus Walhi bulan mei 2009. Termasuk nelayan-nelayan di Sulawesi Utara (Sulut) dalam rangkaian World Ocean Conference di Menado, dan Usman Hamid dari Kontras.

"Sebelumnya ditahun 2008, penangkapan dan kekerasan terhadap aktivis mahasiswa yang menimpa Ferry Julianto yang menolak kenaikan harga BBM," kata Ray Rangkuti pada jumpa pers di Omah Senduk Jalan Mpu Senduk, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (14/10). MOI juga menyesalkan upaya krminalisasi para aktivis gerakan pro demokrasi, HAM, lingkungan hidup, dan anti korupsi yang terus merajalela.

"Berbagai kasus yang dituduhkan kepada aktivis terlihat jelas tidak dilalui dengan cara yang sepatutnya. Tuduhan yang didakwakan lebih banya bersifat paksaan dan bahkan menabrak logika hukum yang ada," tambahnya.

Menurut Ray Rangkuti, paska hampir seluruh kekuatan kritis partai politik dilumpuhkan dengan cara bagi-bagi kekuasaan yang ujungnya penyelenggaraan pemerintahan yang sepi kritik maka jalan-jalan satu-satunya adalah melakukan pembungkaman terhadap para kativis.

"Nyata benar upaya kriminalisasi para aktivis yang dilakukan secara sistematis mengarah pada pembungkaman suara kritis masyarakat terhadap pemerintah saat ini," ujarnya.(awa/JPNN)